Meningkatkan Kinerja Aparatur, lakukan Koordinasi ke Daerah
Mamuju – Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2016 bahwa tujuan dibentuknya Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah Provinsi Sulawesi Barat adalah membantu gubernur melaksanakan fungsi penunjang Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi Sulawesi Barat dengan tugas menyusun kebijakan, melaksanakan, me-monev serta pembinaan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya. Untuk memperkuat kegiatan BPSDM Sulbar, maka dirumuskan berbagai hal yang terkait dengan tugas dan fungsi yang melekat kepadanya. Hal ini terungkap dalam kunjungan kerja kepala BPSDM Sulbar saat audience dengan kepala BKPSDM Kabupaten Majene, pada Rabu (1/3/2023).
Kunjungan kerja ini bertujuan untuk mendapatkan input dan masukan agar pengelolaan pelatihan aparatur di Sulbar memenuhi syarat baik dari aspek tata kelola penyelenggaraan, bentuk kerjasama penyelenggaraan yang berkesesuaian dengan jenjang akreditasi yang dimiliki sehingga dalam Penyusunan Kebijakan Teknis yangterkait dengan Sertifikasi Kompetensi, Pengelolaan Kelembagaan, Tenaga Pengembang Kompetensi, Sumber Belajar, Kerjasama, Pengembangan Kompetensi Pimpinan Daerah, Jabatan Pimpinan Tinggi, Kepemimpinan dan Prajabatan, serta Jabatan Fungsional yang diselenggarakan dapat terlaksana dengan baik.
Kepala BKPSDM yang didampingi kepala bidang pelatihan menjelaskan berbagai hal yang perlu dibenahi oleh BPSDM Sulbar selaku penyelenggara pelatihan terutama pada sarana dan prasarana pelatihan, kondisi lingkungan serta tata kelola penyelenggara yang belum maksimal. Dan sebanyak 196 orang yang belum mengikuti orientasi PPPK di kabupaten Majene.
Kepala BPSDM Sulbar Farid Wajdi mengatakan bahwa kegiatan pelatihan ini harus terus dilakukan agar aparatur sebagai pemberi layanan (APL) dapat memiliki kompetensi yang sesuai dengan kualifikasi dan jabatan yang diembannya. BPSDM adalah mediator dalam hal penyelenggaraan pelayanan yang berkualitas di tingkat front liner. Jika kompetensi aparatur terpenuhi, maka kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparatur akan semakin membaik karena kompetensi terkait dengan knowledge, skill and ability dalam hal kemampuan manajerial, dalam hal kemampuan teknis maupun dalam hal kemampuan sosial kulturalnya serta integritas yang tinggi. Jika kompetensi yang dimiliki APL (aparatur pemberi layanan) rendah akan menunjukkan ketidakmampuan kerja dan integritas yang buruk, akibatnya layanan yang diterima oleh masyarakat akan berkualitas buruk (dissatisfaction) pula bahkan berpotensi menimbulkan persoalan baru yang membebani OPD atau organisasi itu sendiri, seperti timbulnya : ketidakpastian (uncertainty), keadaan semakin rumit (complexity) dan timbulnya keadaan yang semakin tidak jelas dan mengambang (ambiguity), pungkasnya.